Kamis, 23 Januari 2014

PIKIRAN : Kenapa kita harus waspada

PIKIRAN adalah sarana hidup paling banyak digunakan oleh manusia.  Segala macam pergerakan kehidupan manusia secara mutlak melibatkan pikiran dalam usahanya membentuk produk-produk hidup(life's product) guna menunjang kebutuhan manusia itu sendiri.

Dalam prakteknya, pikiran digunakan untuk memproses berbagai informasi sebagai bahan untuk menentukan tindakan-tindakan yang akhirnya mempengaruhi setiap bentuk tatanan kebutuhan, mulai dari usaha untuk berkembang biak, kebutuhan makan, melindungi diri sampai kepada proses-proses rumit yang bersifat sosial maupun  individual.  Selain itu pula pikiran digunakan untuk menyimpan data-data atau pengalamannya di masa saat ini sehingga akan digunakan kembali di masa mendatang.

Pikiran mendatangkan kemajuan bagi umat manusia.  Setiap informasi yang berupa pengalaman itu akan diolah kembali sebagai pijakan keputusan di masa depan, dengan pertimbangan-pertimbangan yang disesuaikan dengan untung-rugi bagi si manusia.  Kemudian, muncullah istilah buruk dan baik yang merupakan hasil dari pertimbangan-pertimbangan itu tadi berdasarkan hukum untung-rugi yang telah diolah.

Berbagai produk pikiran yang sudah ada akan kembali dipelajari, sesuai dengan pengaruhnya di berbagai kondisi, keadaan, tempat dan waktu dimana produk pikiran itu diciptakan oleh manusia, kemudian digubah menjadi konsep-konsep, barang dan pemenuhan kebutuhan manusia sebagai alat untuk mempertahankan hidup secara ideologis maupun material.  Maka dari itu terciptalah berbagai aliran pemikiran, berbagai perkakas penunjang hidup, serta agama-agama yang tentu saja sedikit banyaknya dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang menyertai kelahirannya.

Namun dibalik segala macam kemajuan yang ditimbulkan oleh pikiran itu, ada banyak hal pula yang patut diperhatikan tentang si Pikiran ini.  Manusia bagaimana pun adalah makhluk yang tidak pernah lepas dari segala keadaan yang mempengaruhi pikiran, sedangkan segala tindak tanduk kita sudah terbiasa diatur pikiran, pikiranlah yang mengatur pergerakan manusia dengan cara mengkalkulasikan informasi  tentang keadaan-keadaan dan mengkomparasikan hal tersebut dengan keputusan-keputusan yang berdasarkan untung rugi.

Demikianlah sehingga tercipta istilah SUKA dan DUKA, dimana suka adalah keadaan yang menyenangkan, menguntungkan dan duka adalah keadaan yang merugikan.  Menyenangkan siapa?, merugikan siapa?.  Tentulah menyenangkan dan merugikan si AKU. 

AKU adalah sisi manusia yang telah ada dari lahir, sumber dari segala keinginan dan kebutuhan yang tiada batas.  Yang pada perkembangannya ini AKU menjadi tuan dalam segala sendi kehidupan suatu individu.  Pada teori psikoanalisis dari Sigmun Freud, AKU ini disebut dengan ID, sedangkan sisi yang mengenal baik dan buruk yang timbul dari produk pikiran ini disebut dengan EGO.

Ego adalah komponen penasihat AKU yang memenuhi kebutuhan AKU dengan mencapainya sesuai dengan realitas, menurut pada pengetahuannya tentang baik dan buruk.  AKU adalah sosok yang selalu mencari kesenangan dan menghindarkan daripada kesusahan, sehingga Ego ini melalui pikiran selalu mengalami konflik antara pemenuhan kebutuhan dan realitas berdasarkan untung rugi serta norma-norma yang telah diketahui sebagai informasi sebelumnya yang membentuk SUPER EGO.

Super ego merupakan kumpulan pengetahuan akan norma-norma, sebuah dinding yang memperingatkan ego akan batasan-batasan keinginan atau hasrat dari si AKU atau ID ini tadi.  Ego yang mengetahui baik dan buruk dari norma-norma ini akan menyelaraskan keinginan si AKU dan super ego. 

Pada dasarnya, ketiga entitas itu bermain di dalam pikiran kita, menimbulkan berbagai konflik yang terjadi akibat keinginan-keinginan yang berusaha untuk dipuaskan.  Apabila tidak berhasil mencapai kesenangan, maka si AKU akan merasa kecewa, sedangkan apabila sudah mencapai kesenangan, si AKU akan bosan dan terus meminta kesenangan yang lainnya.

Suka dan duka bukan lain adalah permainan pikiran kita sendiri.  AKU yang pada dasarnya mencari kesenangan itu akan terus mendesak ego untuk mencari cara supaya mendapatkan kesenangan, si AKU ingin kekayaan, pangkat, kemuliaan, nama besar, ingin terlihat baik dan lain sebagainya sehingga bahkan sering kali dilakukan dengan cara-cara yang amat tidak baik.  Pengejaran kesenangan untuk memuaskan AKU itu kadang diperhalus dengan istilah cita-cita, kesuksesan,cinta dan lain sebagainya.  Padahal pada hakikatnya si AKU ini hanya  menginginkan pamrih yaitu menyenangkan diri sendiri.

Yang lebih mengerikan adalah bahwa kita masih belum sadar bahwa diri sendiri sudah dikuasai oleh hawa dari si AKU ini pada setiap sendi kehidupan.  Kita selalu menjadi manusia munafik yang sering menolak dikatakan sebagai manusia yang egois, padahal setiap waktu kita sebenarnya selalu mementingkan diri sendiri.

Bagaimana tidak?, coba saja pertanyakan kepada diri kita sendiri, dengan dasar apakah kita beribadah kepada Tuhan?.  Banyak orang mungkin menjawab itu adalah suatu perintah-NYA yang wajib dilaksanakan, lalu jika tidak dilaksanakan bagaimana?, tentu orang-orang takut akan dimurkai-NYA, hal yang menyebabkan kerugian bagi diri kita, bagi si AKU.  Atau jika kita rajin beribadah dan memupuk pahala maka akan dijanjikan kehidupan yang mulia dan masuk sorga, apakah tujuannya?, lagi-lagi adalah kesenangan si AKU. 

 Atau kita bisa mempertanyakan kesederhanaan diri sendiri, untuk apakah kita bersikap sederhana, hidup secara sederhana dan berlaku secara sederhana jika itu kita lakukan untuk mengejar pamrih?, pamrih apakah?, ada hal paling menggelikan bagi orang yang terlalu menonjolkan kesederhanaannya. yaitu bahwa kesederhanaan yang ditonjolkan sesungguhnya adalah kesombongan yang nyata, sombong karena hendak memamerkan, menunjukan kepada orang lain bahwa kita adalah orang yang sederhana!.  Semuanya mengandung pamrih, padahal ilmu paling utama adalah ilmu Ikhlas!.  Maka benarlah apabila dikatakan oleh para filsuf dan agamawan yang bijak bahwa ilmu ikhlas itu adalah berat sekali.

Si AKU inilah yang menghalangi orang untuk mengenal Tuhan karena didalam hatinya masih terdapat pementingan diri sendiri.  Terdapat kemunafikan-kemunafikan yang sungguh tanpa kita waspadai selalu menggerogoti jiwa kita.  Kita berTuhan dengan dasar pamrih, kita berbuat baik dengan dasar pamrih, mencintai pun dengan perhitungan untung rugi bagi si AKU.  Maka menjadi sesatlah diri ini karena permainan pikiran yang tidak kita waspadai.

Lalu bagaimana agar permainan pikiran ini tidak melemparkan kita pada golongan manusia-manusia bertopeng yang sia-sia hidupnya?, bukan lain adalah melepaskan diri daripada sifat pamrih.  Tentu saja ini adalah hal paling sulit, mengalahkan si AKU yang penuh pamrih ini tidaklah mudah.  Karena kita tidak mampu melepaskan diri seutuhnya dari keterlibatan AKU yang menjadi sumber keinginan dan kebutuhan yang diperlukan untuk bertahan hidup.  Tentu makan, bergerak, bekerja dan hal-hal yang bersifat teknis itu adalah hal yang pokok demi melangsungkan kehidupan.  Sementara jika kita lepas sepenuhnya dari si AKU hanyalah ketika kita sudah tidak hidup lagi alias sudah mati karena berhentinya pasokan kebutuhan hidup bagi diri sendiri.

Hal yang paling mungkin adalah mewaspadai permainan pikiran itu serta mengamatinya tanpa penilaian apa-apa, karena sesungguhnya penilaian lahir dari pengetahuan, dan pengetahuan manusia itu diselimuti oleh pertimbangan untung rugi yang mulanya berasal dari si AKU!.  Kita mengontrol semua jalannya keinginan tanpa harus mengekang nafsu karena yang mengekang nafsu adalah nafsu itu sendiri.  Biarlah si AKU ini mendapatkan keinginannya apabila masih merupakan kewajaran sebagai kebutuhan penopang hidup namun jangan biarkan penilaian si AKU menguasai. 

Semuanya bisa dikendalikan jika kita ini mengenal tentang cinta kasih, walaupun sebenarnya cinta kasih tidak mengendalikan.  Hanya cinta kasih ini bersifat wajar, tidak dibuat, tidak mengandung pamrih.  Sehingga dengan cinta kasih kita mampu mewaspadai diri sendiri, sehingga gerak-gerik kita adalah wajar adanya sesuai dengan kehendak Hyang Maha Kuasa!.
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar