Senin, 07 Desember 2015

Sejarah kebebasan berpendapat

Kebebasan berpendapat, merupakan hasil dari sekian panjang perjuangan manusia dalam upayanya untuk lepas dari belenggu perbudakan.  Bisa dikatakan bahwa kebebasan berpendapat beriringan dari ide Socrates dalam menyemaikan bibit demokrasi dalam sistem sosial Yunani ribuan tahun yang lalu, yang, karena "ulahnya" yang sangat suka menggosip itu, Socrates membayar harga sebuah kebebasan berpendapat, dengan nyawanya sendiri.
Tidak dipungkiri, pendapat bahwa demokrasi baru benar tegak di Yunani justru setelah eksekusi Socrates itu sendiri, memicu revolusi mental orang-orang untuk berani mengemukakan pikirannya yang selama ini dikekang oleh rezim saat itu, yang membuat orang-orang sadar betapa pemikiran untuk kebebasan adalah hal yang harus diperjuangkan, berapapun harganya.
Dengan itu resmilah Socrates menjadi martir layaknya Yesus yang mengorbankan tubuhnya untuk disalib demi membebaskan pikiran orang dari kegelapan akhlaq, seperti nabi Muhammad yang rela diusir dari sukunya sendiri keluar Makkah untuk memperjuangkan pendapat bahwa setiap orang memiliki hak untuk hidup layak dan lepas dari kesenjangan sosial, menghapus kejahilan warisan budaya yang angkuh di tengah kondisi yang tidak tepat.

Kebebasan berpendapat memiliki harga yang harus dibayar, tentu, sebab pendapat adalah hasil dari olah pemikiran, yang mana pemikiran itu sendiri pastilah menemukan perlawanannya akibat benturan kepentingan yang berseberangan.  Kebebasan berpendapat tidak sama dengan kebebasan berbunyi, sebab pendapat ada di dalamnya yaitu kepentingan, konsep dan tanggung jawab. 
Pendapat lahir dari sebuah kepentingan, baik itu individual, kolektif atau global.  Sebab kepentingan itu yang memotivasi orang untuk merealisasikan pikirannya ke dalam alam yang sama sekali berbeda.  Kepentingan menimbulkan keinginan dan usaha yang diracik untuk bisa dimengerti ke dalam sebuah konsep, konsep ini yang merupakan cikal bakal berkembangnya sebuah gerakan nyata.
Perbedaan anarki dan pendapat terletak pada tanggung jawabnya terhadap elemen sosial yang terjangkau oleh konsep itu.  Tanggung jawab memberi batas yang tegas bagi suatu konsep apakah pemikiran ini layak diperjuangkan atau hanya sekedar bunyi berisik yang tidak memiliki nilai untuk disebut pendapat.

Perbedaan pemikiran yang didasarkan pada kepentingan, memicu suatu usaha untuk membungkam entitas yang berbeda dari bentuknya sendiri demi mempertahankan supremasinya sebagai entitas "yang utama", yang dianggap paling penting bagi pihak yang memiliki pemikiran tersebut.  Hal ini, dalam masa-masa kegelapan yang terjadi adalah terbentuknya kekuasaan yang cenderung membungkam bahkan membunuh pendapat yang berbeda dari pendapat yang memiliki kekuasaan, kekuasaan yang didasari atas ketakutan atau pendapat mayoritas.  Alasan paling utama dari pengekangan pendapat ini adalah masalah stabilitas sosial, dan sayangnya, alasan ini paling masuk akal meski melanggar hak dasar manusia untuk memiliki pendapat dan mengemukakannya.

Adalah fakta bahwa pencapaian tertinggi suatu peradaban justru diraih di bawah sistem sosial yang diktatis, Mesir, Yunani, Romawi, Tiongkok, memiliki sejarah gemilangnya di masa kekuasaan yang bersifat absolut-tunggal.  Apa pasal?, karena dalam membangun sebuah peradaban yang utuh dan sesuai dengan visi, kekuasaan meminimalisir hal-hal yang bertentangan dengan dirinya untuk memusatkan konsentrasinya.  Kita lihat jaman presiden Soeharto, berapa banyak orang tua kita merindukan zaman dimana sedang gampangnya memenuhi kebutuhan ekonomi dan pembangunan kelihatan dimana-mana.  Tentu, tak bisa dibilang sedikit orang yang trauma hidup di zaman orde baru dimana pikiran yang bertentangan dengan kekuasaan berarti harus disingkirkan.

Kita berbicara tentang kepentingan individual, kolektif dan global.  Kepentingan yang manakah yang harus didahulukan?, secara teori kita sepakat bahwa kepentingan global mestilah di atas segala-galanya.  Sayangnya, kepentingan global hanyalah kamuflase untuk mencapai titik aman dalam merencanakan kepentingan kolektif yang biasanya bersumber dari kepentingan individu.  Siklus ini nanti mengalami antitesa sehingga membentuk lingkaran siklus yang utuh dan berputar tanpa titik awal maupun akhir.

Jika anda suka menonton film Naruto, misalnya, kita bisa melihat berbagai konflik kepentingan disini yang membentuk rantai karma.  Pada awalnya perang antar klan membuat Hashirama Senju dan Madara Uchiha kecil menyadari bahwa penting untuk membuat suatu dunia dimana anak-anak bisa melewati masanya tanpa ikut menjadi korban perang.  Itu kepentingan global.  Namun belakangan perang merenggut nyawa anggota klan yang merupakan saudara kandung mereka, membuat Uchiha Madara harus berhadapan dengan klan Senju, Hashirama sangat terpukul melihat sahabatnya itu lupa terhadap kepentingan globalnya dan mempersempit kepentingannya menjadi kolektif, terbatas pada dendam klannya.
Cerita bergulir dimana kedua klan ini menjadi klan paling kuat dari semua klan yang ada, namun Madara yang dimakan oleh dendamnya sendiri justru jatuh terperosok kedalam kepentingan individual dimana tujuannya berubah menjadi orang yang lebih kuat dari Hashirama, sahabat kecilnya. Madara mengambil mata saudaranya sendiri untuk mewujudkan kepentingannya.  Namun apa daya, Hashirama yang teguh dalam usahanya untuk mewujudkan kepentingan global itu tidak bisa ditundukkan oleh Madara, dan menyadari kepentingan kolektifnya, klan Uchiha bergabung dengan klan Senju lalu membangun desa yang mewujudkan cita-cita kedua orang itu di masa kecilnya.

Namun, kebebasan berpendapat adalah hal yang benar-benar mahal harganya.  Suatu ketika klan Uchiha yang mengeluh karena merasa diperlakukan tidak adil dengan menempatkan mereka pada pengawasan yang ketat dan diberi posisi yang mengekang hak mereka untuk sama rata dengan klan yang lainnya, klan ini merencanakan pemberontakan.  Namun sebelum itu terjadi, kekuasaan desa membersihkan hampir seluruh anggota klan kecuali satu orang anak dari klan Uchiha yang dibiarkan hidup.  Pembersihan dilakukan dengan alasan stabilitas sosial.

Tentu saja kepentingan yang mendasari alasan "stabilitas sosial" hanyalah bentuk dari hegemoni kekuasaan dengan kepentingan kolektif bermodel mayoritas yang menciderai hak asasi manusia.  Ini juga bisa kita lihat dari agresi militer Indonesia ke Timor Timur jaman dahulu itu, dan mungkin sedang terjadi di Papua Barat.

Selama kepentingan itu bergulir, selama itu pula kita berkutat dengan soal kebebasan berpendapat.  Pendapat bisa saja berbenturan, namun kualitas pendapat tergantung pada sejauh mana kepentingan itu berdampak.  Kita bisa melihat betapa susahnya orang-orang penegak HAM di zaman dahulu untuk memperjuangkan aspirasi agar menyeruak dan tampil di muka publik sebagai bagian dari sudut pandang yang memperkaya kualitas kemanusiaan.

Kebebasan berpendapat berperan penting bagi perkembangan khazanah kejiwaan sosial menuju arah dunia humanis yang utuh dan cerdas.  Adalah Nelson Mandela yang merupakan bagian dari sejarah kebebasan berpendapat di Afrika, sebagai antitesa dari produk budaya Apartheid yang digaungkan kekuasaan demi kepentingan kolektif orang kulit putih.  Menyadarkan seluruh manusia bahwa siapapun berhak memiliki kehidupan yang setara tanpa dibatasi oleh ras.

Kebebasan berpendapat tidak lahir dari keadaan yang baik-baik saja, justru saat nilai-nilai dasar alamiah mengalami ketidakseimbangan, saat kemanusiaan sudah mulai rapuh, kebebasan berpendapat tumbuh untuk menyeimbangkan kondisi dan membawa sistem sosial ke arah kodrati, memberikan wawasan yang dimaksudkan untuk menjaga eksistensi manusia dari kepunahan.

Sejarah kebebasan berpendapat berkaitan erat dengan kepentingan, sehingga mulai darimana kepentingan itu beranjak, sampai dimana kepentingan itu menemukan titik jenuhnya, kebebasan berpendapat adalah konflik harmoni yang harus hadir demi tolak ukur kualitas alam.

Minggu, 10 Agustus 2014

30 Minutes in Gaza

Sesaat aku terdiam di bawah tetesan air hujan yang memukul-mukul rambut dan tubuhku seperti ribuan kerikil yang jatuh dari langt.  Di kejauhan masih terdengar rentetan ledakan senjata api yang memekakkan telinga, ditembakan ke segala arah oleh pasukan pelindung para pengungsi, yang, sebagian dari mereka adalah anggota Hamas yang dikirim dari sebelah selatan Gaza untuk mengevakuasi siapa saja yang selamat di antara puing-puing kota yang hampir rata dengan tanah semenjak pesawat Israel menghadiahi distrik Rimal dari langit dengan ratusan pound bahan peledak  di setiap persimpangan jalan kota.
Tidak ada kesempatan untuk selamat bagi sebagian besar orang di dalam kota, tidak ada peringatan, tidak ada tanda-tanda akan adanya penyerangan sebelumnya. 
Aku teringat dengan cara kakekku di Indonesia untuk memusnahkan segerombolan tikus yang ada di pematang sawah menggunakan asap belerang, beruntung, fikirku, Israel tadi tidak menggunakan bom belerang.
Seminggu yang lalu, di distrik ini dihuni oleh  kurang lebih 2500 orang, sekitar 30an orang di antaranya adalah anggota Hamas yang ditempatkan untuk berjaga-jaga atas serangan ke Gaza dari arah timur.  3 hari yang lalu, seorang mata-mata ditangkap setelah kedapatan menghubungi petinggi mossad di Tel Aviv, setiap orang di Rimal tahu kejadian itu, tapi tidak satupun orang Hamas menerangkan atas kejadian hari ini, 30 menit yang lalu.
Orang-orang hanya melihat konvoi mobil Hamas menuju ke luar distrik tadi pagi, orang-orang mengira kepergian mereka berarti bahwa daerah ini telah aman dari serangan membabi buta dari Israel yang dilancarkan ke Gaza seperti kembang api tahun baru di Jakarta awal tahun lalu, begitu meriah, darah dan kepala serta potongan-potongan tubuh berserakan di dinding yang hancur, di jalan raya, di bawah lampu jalan, dimana-mana.

Sekarang begitu sunyi, bukan sunyi dari suara, bukan.  Melainkan sunyi dari kehidupan seperti saat 30 menit yang lalu.  Aku masih dalam perjalanan pulang ke rumah Roni, seorang kenalan orang lokal berdarah Indonesia yang meminjamkan kamarnya untuk kutinggali sementara waktu sampai aku selesai meliput keadaan di Gaza, sudah hampir 3 tahun aku hidup di negeri asing dan kacau ini, di tengah bisingnya suara perang dan hiruk pikuknya kematian yang memenuhi angkasa, dan bagaimana pula dunia tidak mengetahui hal ini?, bagaimanakah dunia bisa buta sementara para reporter disini mati satu orang setiap 3 hari di tengah liputan perang yang gila nan fantastis ini?.

Distrik Rimal adalah daerah teraman sepanjang jalur Gaza dan karena sebelumnya daerah ini dihuni oleh para diplomat asing dari berbagai negara serta jurnalis dari berbagai media.  Pengungsi dari jalur Gaza yang menyebar ke utara menjadikan tempat ini sebagai persinggahan sementara.  Disini masih ada toko serba ada yang masih mendapatkan suplai barang dari luar perbatasan, milik keluarga yahudi yang terkenal dermawan di distrik Rimal ini.  5 menit sebelum penyerangan, toko itu masih dibuka, pemiliknya pernah mengatakan bahwa selama masih ada seorang saja yahudi yang tinggal dalam sebuah kota, maka Israel tidak akan pernah menyerang tempat itu.  Saat ini, aku bisa melihat dari kejauhan, toko itu berubah menjadi puing-puing berasap yang hampir tidak bisa dikenali lagi bentuk asalnya.

Aku melihat seekor anjing di bawah tiang lampu jalan yang menggeletak kelelahan dan kelaparan, 100 meter dari rumah Roni.  Di Gaza, makan 3 kali sehari hanya bisa dilakukan oleh para petinggi pemerintahan dan militer, serta orang-orang Hamas.  Maka dari itu sebagian laki-laki dewasa menjadi anggota relawan Hamas untuk mengirimkan seluruh jatah ransum makan siangnya untuk adiknya, kakaknya, ibunya atau ayahnya.  Setelah terjadi ketegangan antara Israel dan Palestina, otomatis aktifitas ekonomi di jalur Gaza menjadi hancur lebur.  Selama ini sebagian rakyat di Gaza mengandalkan bantuan dari luar perbatasan untuk mencukupi hidupnya, di Rimal, orang yang mempunyai uang hanya para pencari berita dan kru nya, serta orang-orang Hamas.

Aku akhirnya menghampiri anjing itu dan membuka bungkusan dari ransel yang membebani punggungku.  Lalu kuambil roti kering dan membasahinya dengan ludahku yang sedikit, aku bersyukur bahwa ternyata anjing itu suka sekali dengan roti itu.  Kuperiksa bulunya, seekor anjing siberian yang manis dengan warna hitam dominan diselingi warna putih, tapi aku baru menyadari bahwa salah satu kaki belakangnya buntung sebatas tungkai dan kulihat lukanya baru mulai mengering.  Aku memutuskan untuk membawanya pergi dari tempat itu dan akan kurawat di rumah, jika dibiarkan saja, bisa jadi akan dibunuh dan dijadikan makanan.  Semua hewan di daerah ini yang berdaging, termasuk kucing, sudah hampir tidak pernah kulihat berkeliaran.  Pernah suatu ketika aku melihat anak-anak memanggang daging anak kucing yang sudah dikuliti kemudian mereka makan.

50 meter dari tempat tujuan, aku merasa perlu untuk mempercepat langkahku, sebab rintik hujan mulai turun.  Ketika itu, aku melewati sebuah bangunan beton bekas gudang penyimpanan makanan kaleng buatan lokal, aku mendengar sayup-sayup suara seperti pita kaset yang diikat kencang di atas layangan.  Itu suara pesawat terbang.  Suara itu datang dari timur, sesaat kemudian ledakan pertama terdengar dari pinggiran distrik, ledakan itu menghancurkan 3 buah bangunan sekolah dan sebuah sinagog kecil yang tidak terpakai.  Ledakan pertama adalah sebuah kejutan yang menghipnotis orang-orang untuk berhenti beraktifitas dan meyakinkan hati kami bahwa distrik teraman di jalur Gaza ini memang benar telah diserang ataukah hanya mimpi saja. 

Disusul ledakan kedua, dijatuhkan dari sebuah pesawat tempur jenis F-15 warna abu-abu dengan lambang bintang segi enam berwarna biru di bawah sayap sebelah kiri.  Ledakan kedua menghancurkan toko milik orang yahudi, dan orang-orang di dalamnya, barber shop di seberang toko itu, dan rumah nenek Fatima, seorang janda tua yang ditinggal mati oleh kedua anak laki-lakinya dalam sebuah pertempuran di perbatasan.  Aku berdoa di dalam hati agar si nenek mendapatkan kematian yang cepat dan tidak menyakitkan.  Ledakan kedua adalah pemicu kepanikan seluruh penduduk distrik, dan itu memberi tahu kami bahwa masa gencatan senjata telah berakhir. "Seluruh penduduk harap jangan panik, jangan keluar dari rumah, tetap bersembunyi di dalam rumah masing-masing", suara dari pengeras suara masjid besar di tengah distrik bergema berulang-ulang.  Banyak orang mengunci diri di dalam rumah dan bagi yang masih berada di jalan bersembunyi ala kadarnya, di balik tong sampah, di pinggir tembok bangunan, dan masuk ke dalam bangunan tua.

Aku sendiri merapat ke tembok beton gudang ini dan memeluk anjing buntung yang tampak kebingungan di tengah situasi yang kacau ini.  Aku hanya melindungi kepalaku dan anjing ini dengan tas ransel, sambil mengumpulkan kesadaran sepenuhnya terhadap kejadian yang tengah berlangsung sementara hujan semakin deras.  Aku melihat Roni melambaikan tangan dari lantai dua, entah dia melambai ataukah menyuruhku untuk tetap bertahan disini.

Bayangan pesawat muncul lagi di atas kepalaku, rudal dijatuhkan tepat di bangunan belakang rumah Roni.  Ledakan ketiga menghancurkan sepertiga blok bangunan di depanku, menghancurkan rumah Roni dan pemiliknya, ratusan ton partikel material bangunan dan serpihan daging serta darah berhamburan ke udara bercampur api.  Aku melihat bagaimana ketika rudal jatuh, dan ledakan itu memberikan tekanan dahsyat bagi objek didekatnya, seperti balon yang pecah karena tekanan angin.  Bangunan dari semen dan bata yang berhamburan, tubuh Roni yang terbakar dan hancur menjadi serpihan-serpihan.   Dan ribuan partikel yang berhamburan itu sebagian menyerbu sekelilingnya, aku pun tidak luput dari serbuan itu, seluruh tubuhku seperti dilubangi oleh besi tumpul yang panas, tapi aku tidak memikirkan itu, saat itu aku berpikir, akan seperti apa kah anjing yang kupeluk ini. 

Ledakan keempat menghancurkan masjid di pusat distrik, disusul oleh ledakan-ledakan lainnya.  Aku beruntung bahwa tembok yang ku sandari ini tidak hancur seperti di sekelilingnya, aku beruntung bahwa ransel yang kubawa ini melindungiku dan anjing ini dari serpihan-serpihan bom dan sempalan material bangunan.  Penyerangan itu hanya berlangsung selama 3 menit, tapi seluruh distrik rata dengan tanah.  Tidak ada puing bangunan yang tingginya lebih dari 2 meter .  Suasana pasca penyerangan benar-benar mengingatkan aku pada foto-foto kota besar dunia yang hancur saat perang dunia pertama.  Aku melihat di sekeliling hanya asap dan puing yang berserakan.  Ada pula sebatang besi sebesar lengan yang menancap di tembok kira-kira 3 meter saja dari tempatku bersandar.

Kakiku lemas dan tubuh terasa sakit, aku mendengar suara sirine dari kejauhan.  Tidak ada seorangpun yang selamat dalam radius 2 blok dari tempatku berlindung.  Aku merogoh ransel untuk mencari telepon satelit, menghubungi bantuan dari kedubes.  Di dalam telepon kujelaskan semua rincian kejadian, setelah itu aku melanjutkan perjalanan ke barat, mencari bantuan terdekat dan survivor jika ada, dengan anjing siberia di gendonganku.

Tidak ada luka serius di sekujur tubuhku, tapi di sepanjang jalan aku melihat banyak sekali potongan tubuh manusia dan orang-orang sekarat, semuanya dari yang tua hingga bayi.  Lebaran idul fitri kemarin saja aku harus berada di antara puluhan mayat anak-anak, benar-benar luar biasa negara ini. 

Aku berjalan hingga 4 blok ke arah barat laut, menuju stadion utama Palestina yang dibombardir Israel tahun 2006 lalu.  Di tengah jalan aku berpapasan dengan rombongan relawan, dan tim evakuasi yang menuju ke distrik Rimal.  Di belakangnya kemudian ada konvoi militer, sebagian adalah rombongan Hamas dengan persenjataan lengkap, buat apa?.

Sejenak aku berteduh di bawah puing tembok yang membentuk atap kecil, hujan masih belum reda juga.  Di daerah ini aku melihat lebih banyak yang selamat, tapi kulihat luka-lukanya cukup parah.  Seseorang di jalan memberitahu diriku bahwa pasukan infantri Israel mulai melakukan penyerangan susulan dari arah utara.  Dan tidak lama kemudian dari jauh terdengar suara pertempuran.  Semua orang segera dievakuasi ke tempat yang aman, aku kembali ke tengah hujan, si anjing kuletakkan di bawah puing tadi.  Aku memandang ke arah pusat distrik, semuanya benar-benar menakjubkan, seperti sulap saja yang mampu membuat pemukiman menjadi kuburan massal.  Hanya tampak hamparan gedung dan bangunan yang hancur, asap membumbung tinggi di beberapa tempat.  Lama aku berdiri di tengah hujan ini, sekarang keadaan menjadi aneh, kehidupan telah diambil dari tempat ini dengan cara yang luar biasa, suara rintik hujan yang mulai mereda dan diselingi suara-suara pertempuran di kejauhan membuat semuanya tampak masuk akal.

Aku mendapatkan kembali kesadaran yang meninggalkanku beberapa saat yang lalu, sebuah pencerahan tentang kejadian ini semua merobek selaput yang menutupi kepekaanku selama ini.  Awan mulai menghilang, hujan berhenti, peperangan nun jauh disana masih berlangsung, namun di langit sebelah barat kulihat ada pelangi.

Kamis, 23 Januari 2014

PIKIRAN : Kenapa kita harus waspada

PIKIRAN adalah sarana hidup paling banyak digunakan oleh manusia.  Segala macam pergerakan kehidupan manusia secara mutlak melibatkan pikiran dalam usahanya membentuk produk-produk hidup(life's product) guna menunjang kebutuhan manusia itu sendiri.

Dalam prakteknya, pikiran digunakan untuk memproses berbagai informasi sebagai bahan untuk menentukan tindakan-tindakan yang akhirnya mempengaruhi setiap bentuk tatanan kebutuhan, mulai dari usaha untuk berkembang biak, kebutuhan makan, melindungi diri sampai kepada proses-proses rumit yang bersifat sosial maupun  individual.  Selain itu pula pikiran digunakan untuk menyimpan data-data atau pengalamannya di masa saat ini sehingga akan digunakan kembali di masa mendatang.

Pikiran mendatangkan kemajuan bagi umat manusia.  Setiap informasi yang berupa pengalaman itu akan diolah kembali sebagai pijakan keputusan di masa depan, dengan pertimbangan-pertimbangan yang disesuaikan dengan untung-rugi bagi si manusia.  Kemudian, muncullah istilah buruk dan baik yang merupakan hasil dari pertimbangan-pertimbangan itu tadi berdasarkan hukum untung-rugi yang telah diolah.

Berbagai produk pikiran yang sudah ada akan kembali dipelajari, sesuai dengan pengaruhnya di berbagai kondisi, keadaan, tempat dan waktu dimana produk pikiran itu diciptakan oleh manusia, kemudian digubah menjadi konsep-konsep, barang dan pemenuhan kebutuhan manusia sebagai alat untuk mempertahankan hidup secara ideologis maupun material.  Maka dari itu terciptalah berbagai aliran pemikiran, berbagai perkakas penunjang hidup, serta agama-agama yang tentu saja sedikit banyaknya dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang menyertai kelahirannya.

Namun dibalik segala macam kemajuan yang ditimbulkan oleh pikiran itu, ada banyak hal pula yang patut diperhatikan tentang si Pikiran ini.  Manusia bagaimana pun adalah makhluk yang tidak pernah lepas dari segala keadaan yang mempengaruhi pikiran, sedangkan segala tindak tanduk kita sudah terbiasa diatur pikiran, pikiranlah yang mengatur pergerakan manusia dengan cara mengkalkulasikan informasi  tentang keadaan-keadaan dan mengkomparasikan hal tersebut dengan keputusan-keputusan yang berdasarkan untung rugi.

Demikianlah sehingga tercipta istilah SUKA dan DUKA, dimana suka adalah keadaan yang menyenangkan, menguntungkan dan duka adalah keadaan yang merugikan.  Menyenangkan siapa?, merugikan siapa?.  Tentulah menyenangkan dan merugikan si AKU. 

AKU adalah sisi manusia yang telah ada dari lahir, sumber dari segala keinginan dan kebutuhan yang tiada batas.  Yang pada perkembangannya ini AKU menjadi tuan dalam segala sendi kehidupan suatu individu.  Pada teori psikoanalisis dari Sigmun Freud, AKU ini disebut dengan ID, sedangkan sisi yang mengenal baik dan buruk yang timbul dari produk pikiran ini disebut dengan EGO.

Ego adalah komponen penasihat AKU yang memenuhi kebutuhan AKU dengan mencapainya sesuai dengan realitas, menurut pada pengetahuannya tentang baik dan buruk.  AKU adalah sosok yang selalu mencari kesenangan dan menghindarkan daripada kesusahan, sehingga Ego ini melalui pikiran selalu mengalami konflik antara pemenuhan kebutuhan dan realitas berdasarkan untung rugi serta norma-norma yang telah diketahui sebagai informasi sebelumnya yang membentuk SUPER EGO.

Super ego merupakan kumpulan pengetahuan akan norma-norma, sebuah dinding yang memperingatkan ego akan batasan-batasan keinginan atau hasrat dari si AKU atau ID ini tadi.  Ego yang mengetahui baik dan buruk dari norma-norma ini akan menyelaraskan keinginan si AKU dan super ego. 

Pada dasarnya, ketiga entitas itu bermain di dalam pikiran kita, menimbulkan berbagai konflik yang terjadi akibat keinginan-keinginan yang berusaha untuk dipuaskan.  Apabila tidak berhasil mencapai kesenangan, maka si AKU akan merasa kecewa, sedangkan apabila sudah mencapai kesenangan, si AKU akan bosan dan terus meminta kesenangan yang lainnya.

Suka dan duka bukan lain adalah permainan pikiran kita sendiri.  AKU yang pada dasarnya mencari kesenangan itu akan terus mendesak ego untuk mencari cara supaya mendapatkan kesenangan, si AKU ingin kekayaan, pangkat, kemuliaan, nama besar, ingin terlihat baik dan lain sebagainya sehingga bahkan sering kali dilakukan dengan cara-cara yang amat tidak baik.  Pengejaran kesenangan untuk memuaskan AKU itu kadang diperhalus dengan istilah cita-cita, kesuksesan,cinta dan lain sebagainya.  Padahal pada hakikatnya si AKU ini hanya  menginginkan pamrih yaitu menyenangkan diri sendiri.

Yang lebih mengerikan adalah bahwa kita masih belum sadar bahwa diri sendiri sudah dikuasai oleh hawa dari si AKU ini pada setiap sendi kehidupan.  Kita selalu menjadi manusia munafik yang sering menolak dikatakan sebagai manusia yang egois, padahal setiap waktu kita sebenarnya selalu mementingkan diri sendiri.

Bagaimana tidak?, coba saja pertanyakan kepada diri kita sendiri, dengan dasar apakah kita beribadah kepada Tuhan?.  Banyak orang mungkin menjawab itu adalah suatu perintah-NYA yang wajib dilaksanakan, lalu jika tidak dilaksanakan bagaimana?, tentu orang-orang takut akan dimurkai-NYA, hal yang menyebabkan kerugian bagi diri kita, bagi si AKU.  Atau jika kita rajin beribadah dan memupuk pahala maka akan dijanjikan kehidupan yang mulia dan masuk sorga, apakah tujuannya?, lagi-lagi adalah kesenangan si AKU. 

 Atau kita bisa mempertanyakan kesederhanaan diri sendiri, untuk apakah kita bersikap sederhana, hidup secara sederhana dan berlaku secara sederhana jika itu kita lakukan untuk mengejar pamrih?, pamrih apakah?, ada hal paling menggelikan bagi orang yang terlalu menonjolkan kesederhanaannya. yaitu bahwa kesederhanaan yang ditonjolkan sesungguhnya adalah kesombongan yang nyata, sombong karena hendak memamerkan, menunjukan kepada orang lain bahwa kita adalah orang yang sederhana!.  Semuanya mengandung pamrih, padahal ilmu paling utama adalah ilmu Ikhlas!.  Maka benarlah apabila dikatakan oleh para filsuf dan agamawan yang bijak bahwa ilmu ikhlas itu adalah berat sekali.

Si AKU inilah yang menghalangi orang untuk mengenal Tuhan karena didalam hatinya masih terdapat pementingan diri sendiri.  Terdapat kemunafikan-kemunafikan yang sungguh tanpa kita waspadai selalu menggerogoti jiwa kita.  Kita berTuhan dengan dasar pamrih, kita berbuat baik dengan dasar pamrih, mencintai pun dengan perhitungan untung rugi bagi si AKU.  Maka menjadi sesatlah diri ini karena permainan pikiran yang tidak kita waspadai.

Lalu bagaimana agar permainan pikiran ini tidak melemparkan kita pada golongan manusia-manusia bertopeng yang sia-sia hidupnya?, bukan lain adalah melepaskan diri daripada sifat pamrih.  Tentu saja ini adalah hal paling sulit, mengalahkan si AKU yang penuh pamrih ini tidaklah mudah.  Karena kita tidak mampu melepaskan diri seutuhnya dari keterlibatan AKU yang menjadi sumber keinginan dan kebutuhan yang diperlukan untuk bertahan hidup.  Tentu makan, bergerak, bekerja dan hal-hal yang bersifat teknis itu adalah hal yang pokok demi melangsungkan kehidupan.  Sementara jika kita lepas sepenuhnya dari si AKU hanyalah ketika kita sudah tidak hidup lagi alias sudah mati karena berhentinya pasokan kebutuhan hidup bagi diri sendiri.

Hal yang paling mungkin adalah mewaspadai permainan pikiran itu serta mengamatinya tanpa penilaian apa-apa, karena sesungguhnya penilaian lahir dari pengetahuan, dan pengetahuan manusia itu diselimuti oleh pertimbangan untung rugi yang mulanya berasal dari si AKU!.  Kita mengontrol semua jalannya keinginan tanpa harus mengekang nafsu karena yang mengekang nafsu adalah nafsu itu sendiri.  Biarlah si AKU ini mendapatkan keinginannya apabila masih merupakan kewajaran sebagai kebutuhan penopang hidup namun jangan biarkan penilaian si AKU menguasai. 

Semuanya bisa dikendalikan jika kita ini mengenal tentang cinta kasih, walaupun sebenarnya cinta kasih tidak mengendalikan.  Hanya cinta kasih ini bersifat wajar, tidak dibuat, tidak mengandung pamrih.  Sehingga dengan cinta kasih kita mampu mewaspadai diri sendiri, sehingga gerak-gerik kita adalah wajar adanya sesuai dengan kehendak Hyang Maha Kuasa!.