Kamis, 31 Mei 2012

Degradasi Chapter 1


"Aku memulainya dengan segala kemungkinan terhadap perubahan besar pada pola pemikiranku selama ini."

Bukan karena gelap aku tidak bisa berjalan, tapi karena kepekatan fikiranku, keenggananku untuk melewati hitam itu sendiri, yang membuatku tertahan disini, lebih tepatnya ketakutanku akan segala kemungkinan buruk di depan sana.

ya, aku takut,..

Tapi apakah aku hanya akan diam serta membusuk disini?, dalam segala ketakutan terhadap apa yang aku percayai? .. tidak, aku pernah dengar seseorang berkata bahwa jalan yang bakal aku tempuh adalah jalan yang penuh onak dan duri lagi terjal, penuh batu-batu tajam, dan mau tidak mau harus aku lalui.

Tapi aku takut banyak orang yang akan tersakiti karena ini, tapi aku harus, sebab itu aku mencoba jujur dengan semua keletihan ini, aku harus terus meraba-raba dinding lorong yang panjang lagi gelap ini.  Disini, sekarang, aku mulai berani untuk jujur pada diriku sendiri,

Berharap agar kejujuranku dalam proses ini berbuah cahaya pada kebenaran...
karena Tuhan pernah berkata bahwa Dia tidak akan mau merubah keadaan suatu kaum sebelum kaum itu sendiri yang merubahnya.
Ehipassiko, begitulah gagasan atas percobaan membebaskan diri ini didapatkan.
Jika aku tidak pernah mencoba melaksanakan dan membuktikannya, bagaimana bisa aku bilang itu benar?..  Maaf, aku bukan remaja yang sedang galau karena jerawat, tapi aku pemuda yang terhempas dalam kemajemukan dan harmoni hidup yang berubah jadi kesan kaku, kesan kehidupan yang tiada berjiwa.

Aku harus menemukan jalan hidup, tentang bagaimana aku menyikapi segala hal yang diciptakan, aku harus berjalan sendiri, menyesuaikan konsep dan kenyataan yang aku bangun beratus-ratus hari belakangan ini.
Aku terlalu jauh melangkah, jauh sekali..  Bahkan diriku yang dulu dan sekarang seperti tidak mengenal satu sama lain, kadang-kadang aku ingin berteriak di depan cermin, bertanya dengan jujur, kedalam bayangan wadag didalamnya; "siapa aku?, dimana aku?, siapa kamu?, mengapa kita seperti saraf yang terputus?," aku tiba-tiba lelah dengan semua ini, sangat lelah....
Mungkin aku mengalami degradasi, mungkin pula aku yang dulu benar-benar lenyap dari sosok yang sekarang, aku sudah berubah.. banyak berubah.
"siapa aku?.."
pertanyaan yang tidak akan bosan aku teriakkan dengan lantang di dalam kepala ini.
Guncangan ini semakin terasa ketika aku akan melewati chapter demi chapter, dan Al Ghazali mungkin benar tentang kimia kebahagiaan nya, pentingnya segera menemukan "siapa aku" yg sebenarnya, mungkin membantuku untuk tetap bertahan dan melangkah melewati badai pasir ini.  Ketika aku hidup dengan memerangi sebagian diriku yang lain, tak bisa ku tepiskan bahwa jiwa setiap manusia pada dasarnya mengkontradiksi sebagian jiwa yg lain nya.
Seperti sisi hitam dan putih, seperti yin dan yang.., hidup untuk saling membuat satu sama lain, eksis.
Aku sendiri bukan pemuda religius atau berasal dari kalangan—bahkan keluarga— yang mengerti betul soal agama, tapi kebutuhanku untuk mencari tahu sendiri dasar-dasar pemikiran ini membuatku akhirnya pasrah pada rengkuhan spiritual yang sarat dengan permainan kesesuaian antara konsep dan realitas.  Namun, aku tetap saja seorang pendosa yang kerap melanggar ideal itu, kerap membunuh jiwa spiritualku di kala godaan hedonisme menyertai diriku.
Beberapa orang mencoba "meyakinkanku" agar aku lebih baik menjalani semuanya seperti "sedia kala", menghindari gesekan sosial yang mungkin bisa aku alami di kemudian hari.  Tapi instingku untuk selalu berhati-hati bahkan kadang menolak argumen mainstream itu, tetap membawa langkahku kepada pribadi yang ngotot, sidestream-oriented, dan sedikit merubahku menjadi pribadi yang potensial pada diriku, seorang introvert, ya,.. aku seorang introvert.  Orang-orang mungkin bisa menyebutku sebagai pribadi yang kalem, tapi aku lebih menyukai istilah autis, sebuah pencerminan terhadap ketidakperdulianku kepada pendapat banyak orang yang kerap kali memaksakan, serampangan, dan over-subjektif dalam sebuah penilaian.
Memang aku berorientasi di dunia IT, basis ku adalah IT.  Tapi apakah dengan begitu aku tidak berhak untuk membicarakan hal-hal seputar teologi atau keagamaan sekalipun?,,
atau hanya lulusan MAN, atau universitas dan sarjana-sarjana Islam saja yang boleh memikirkan dan mengeluarkan pendapat tentang agama dan tuhan?.. maka ayo kita lihat, berapa banyak lulusan-lulusan itu yang benar-benar aktif melakukan pembaruan-pembaruan ke arah yang lebih baik dalam bidang keagamaan?,, berapa?.  Justru,,.. kalangan sekuler lah—yang notabene bersebrangan dengan pakar agama— yang menggantikan tugas mereka dalam berfikir untuk kehidupan yang fleksibel dan lebih terjamin.
Ketertarikan pada banyak hal membantuku dalam proses berfikir,.. seni musik, seni grafis, komputer, teknologi industri, psikologi, agama, sejarah, membentuk kepribadian yang dinamis pada diriku.  Kadang kala aku juga merasa resah dengan terlalu fleksibelnya diriku, takut menjadi sosok manusia yang "abstrak", yang kehilangan essensi sebagai pribadiku yang sesungguhnya.  Betul, lagi-lagi aku merasa diriku terpecah, satu demi satu pecahan itu kemudian menghilang akibat keengganan diriku untuk menemukannya lagi.
Dari sini, aku memulai sebuah garis desakralisasi keyakinan yang selama ini menyertaiku, tapi sungguh, bukan hendak mementahkannya, tapi sebagai penepis sikap subjektif yang selalu membuatku over-selfish dalam identitasku sebagai orang muslim, yang sudah sekian lama terbuai oleh mimpi palsu tanpa ada tindakan untuk benar-benar mencari pembuktian terhadap kebenarannya, yang mana dalam mengoreksi kebenaran itu, langkah awal yang harus dilakukan adalah mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan; dimana posisiku saat ini, apa tujuanku disini, dan siapakah diriku.


*) sebenarnya Tulisan ku ini rencananya akan aku buat buku di volpen.com , tapi kenyataan nya aku sendiri tidak tahu, setidaknya untuk saat ini, bagaimana kelanjutannya...
*) dan Tulisan di atas merupakan untaian status di  facebook-ku.
Categories: ,

1 komentar:

  1. Ih bagus tulisannya!!! Kok ga jadi dipost di volpen.com :( sukaaaaaa seriusan!

    BalasHapus