Senin, 05 Maret 2012

Datang, kemudian menghilang (secercah cahaya di tanah kekeringan)


Dalam salah satu kisahnya1, Dzu al-Nun al-Mishri bercerita;

Aku suatu waktu pergi ke Hijaz tanpa teman. Dalam perjalanan, aku terdampar di gurun pasir. Bekal telah habis dan aku hampir mati. Saat itulah tampak sebuah pohon dengan dahan rendah, ranting merunduk, dan daun lebat di tengah sahara.
Aku berbisik dalam hati, "Aku akan menuju pohon itu untuk bernaung sambil menunggu takdir-Nya." Ketika sampai di dekat pohon dan hendak ber-teduh dalam naungannya, salah satu ranting menusuk kan-tung minumku hingga seluruh air yang tersisa di dalam-nya tumpah. Aku pun merasa kematian semakin dekat. Aku lalu merebahkan diri di bawah pohon, menanti datangnya Malaikat Maut.


Tiba-tiba terdengar suara lirih dari hati yang sedih: "Wahai Tuhan, jika ini memang Kau ridhai, tambahkanlah hingga Engkau rida kepadaku, wahai Sang Maha Penyayang." Aku berdiri dan mencari sumber suara. Tiba-tiba aku melihat seseorang berwajah tampan dan berbadan tegap terbaring di atas pasir, sementara sejumlah bu-rung nasar mengerumuni dan mematuki dagingnya. Aku mengucapkan salam kepadanya. Ia menjawab salam-ku dan berkata, "Wahai Dzu al-Nun, ketika bekal telah habis dan air telah tumpah, engkau merasa akan mati dan binasa."
Aku kemudian duduk dekat ke-palanya dan menangis karena iba dan kasihan.  Sekonyong-konyong senampan makanan tergeletak di depanku. Lelaki itu lalu menendang tanah dengan tumit-nya dan memancarlah air yang lebih putih dari-pada susu dan lebih manis daripada madu. Ia berkata, "Wahai Dzu al-Nun, makan dan minumlah! Engkau harus sampai ke Baitullah. Tetapi, aku punya per-minta-an kepadamu, wahai Dzu al-Nun. Jika memenuhinya, engkau akan mendapat pahala dan ganjaran." Aku ber-tanya, "Apa itu?" Ia menerangkan, "Bila aku mati, man-dikanlah aku dan kuburlah agar terhindar dari bina-tang buas dan burung, lalu silakan kauteruskan per-jalananmu. Setelah menunaikan ibadah haji, engkau akan sampai ke kota Baghdad dan masuk dari pintu Zafaran. Di sana engkau akan menjumpai anak-anak yang sedang bermain. Mereka mengenakan beragam pakaian. Di sana engkau juga akan menemukan se-orang anak belia. Yang dilakukannya hanyalah berzikir kepada Allah. Ada kain melingkar di pinggang dan pundaknya. Di wajahnya tertoreh dua garis hitam akibat sering menangis. Itu adalah anak dan buah hatiku. Sampaikanlah salamku kepadanya."

Dzu al-Nun melanjutkan: Seusai berbicara, ia mengucap, "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah," lalu mengembuskan napasnya yang terakhir. Semoga rahmat Allah tercurah kepadanya. "Inna lillahi wa inna ilayhi raji'un," ucapku. Kumandikan jenazahnya dengan air tadi, kemudian kukafani dengan pakaian dari tasku dan kukubur.
Setelah itu, aku meneruskan perjalanan menuju Baitullah. Aku melaksanakan ibadah haji kemudian berziarah ke makam Rasulullah saw. Dari Madinah aku berjalan menuju Baghdad dan sampai di sana pada hari raya. Aku melihat sejumlah anak dengan beragam pakaian sedang bermain. Aku menatap mereka lalu tampaklah seorang anak yang digambarkan oleh lelaki yang ku-temui di gurun. Si anak tidak terpikat pada hadiah dan hanya duduk seraya berzikir kepada Zat Yang Maha Mengetahui semua hal tersembunyi. Ronanya me-nam-pak-kan kesedihan. Di wajahnya terdapat dua garis hitam karena sering menangis. Ia bersenandung: 


Seluruh manusia bergembira dengan hari raya.. sementara aku bergembira dengan Allah Yang Maha Esa, Seluruh   manusia   menghias   pakaian   untuk   hari   raya.. sementara aku berhias dengan pakaian kehinaan dan duka,Seluruh  manusia  membersihkan badan  untuk  hari raya.. sementara aku membersihkan hati dengan air mata.

 Aku mengucapkan salam kepadanya. Ia menjawab salamku  dan berkata,  "Selamat datang, utusan  ayahku."  Aku bertanya, "Siapakah yang memberitahumu bahwa aku utusan ayahmu?" Ia menjawab, "Yang mem-beri-tahuku bahwa engkau telah mengubur ayahku di sahara. Wahai Dzu al-Nun, apakah kau kira engkau telah mengubur ayahku? Demi Allah, ayahku telah diangkat ke sidratulmuntaha. Ayo kita ke nenek!" Anak itu memegang tanganku dan membawaku ke rumahnya. Sesampainya di pintu rumah, ia menge-tuk pintu dengan pelan.
Tak lama kemudian, seorang nenek keluar menemui kami. Sang nenek menatapku seraya berkata, "Selamat datang, wahai orang yang telah melihat wajah buah hatiku." Aku bertanya, "Siapa-kah yang memberitahumu bahwa aku telah bertemu dengannya?" Ia menjawab, "Yang memberitahuku bahwa engkau telah mengafaninya dan kafan tersebut akan dikembalikan kepadamu. Wahai Dzu al-Nun, demi ke-besaran dan keagungan Tuhan, kain yang dipakai anak-ku menjadi kebanggaan para malaikat di alam tertinggi." Sang nenek bertanya, "Wahai Dzu al-Nun, terang-kan-lah kepadaku bagaimana engkau meninggalkan anak dan buah hatiku?",.. "Kutinggalkan ia di sahara di antara pasir dan bebatuan. Ia telah memperoleh harapannya dari Tuhan Yang Mahaperkasa dan Maha Pengampun," jawabku.
Setelah mendengar itu, sang nenek memeluk si anak dan tiba-tiba keduanya menghilang. Aku tidak tahu apakah mereka diangkat ke langit atau ditelan bumi. Aku mencari-cari keduanya di setiap sudut rumah, namun tidak kutemui. Sekonyong-konyong ter-dengar-lah suara: "Wahai Dzu al-Nun, jangan me-lelah-kan diri! Malaikat saja tidak berhasil menemukan me-reka." "Lalu, ke mana mereka?" tanyaku. Suara itu men-jawab; 


"Para syuhada mati karena pedang kaum musyrikin, sementara para kekasih mati karena rindu kepada Tuhan Rabulalamin. Mereka dibawa dengan kendaraan cahaya menuju surga di sisi Tuhan Yang Mahakuasa." 

Aku kemudian mencari kantung kulitku yang hilang. Ketika kutemukan, ternyata di dalamnya ter-dapat kain pembungkus jenazah orang itu dalam ke-adaan terlipat seperti semula. Semoga Allah meridai mereka dan memberi kita manfaat lewat keberkahan mereka.[]


2Dzu al-Nun al-Mishri adalah salah satu tokoh tassawuf teo-sofik, dikabarkan berasal dari Mesir dan orang tuanya berasal dari Nubia.  Dzu al-Nun wafat tahun 856 M/ 246 H pada usia 60 tahun di Al-jiza(Giza).  secara umum, sufi memandang bahwa beliau merupakan sumber dari ajaran-ajaran dalam tradisi tassawuf. kaum sufi memasukkan beliau kedalam golongan wali Quthb utama, dan setiap kali namanya disebutkan, setiap pendengarnya mesti mengikutinya dengan ungkapan "Semoga Allah Menyucikan jiwanya (sirr)".  Beliau memperkenalkan gagasan bahwa pengetahuan sejati terhadap Tuhan hanya bisa dicapai dengan satu cara, yaitu al-wajd(keadaan ekstase).


                                                                                                                
[1].cerita ini ada di buku bagus berjudul "Air mata cinta pembersih dosa" Diterjemahkan dari Bahr al-Dumu' karya Abd al-Rahman ibn 'Alt ibn al-JawzT (w. 597 H), terbitan Dar Ibn Hazm, Libanon, 1998
[2].History of the Arabs:Rujukan induk dan paling otoritatif tentang sejarah peradaban Islam (hal 549) karya Philip K. Hitti
*)gambar di atas sekali itu, menurut kabarnya adalah maqam Dzu al-Nun al-Mishri.
Categories: ,

0 komentar:

Posting Komentar