Kamis, 25 Oktober 2012

Selamat Hari raya Idul Adha

Besok(saya menulis ini, kamis, 25 oktober 2012), sebagian besar umat Muslim di Indonesia merayakan Idul Adha, hari raya tradisi Islam terbesar kedua setelah Idul Fitri, atau, yang biasanya disebut dengan lebaran haji karena bertepatan dengan puncak musim ibadah haji.  Di hari itu, akan banyak darah bergelimangan di pelataran masjid-masjid, tukang jagal, dan juga beberapa tempat peternakan sendiri.  Di pagi harinya, banyak orang mungkin sibuk menarik-narik kambingnya yang gemuk menuju masjid, badan pengurus kurban akan sibuk, golok dan pisau akan diasah tajam-tajam, pembantaian ternak yang dibesarkan dengan susah payah akan terjadi, besok, di hari raya kurban.

Sejak zaman dahulu, ritual kurban atau semacamnya sudah dilakukan, jauh sebelum lahirnya Agama Islam di Arab.  Kurban sebagai simbol 'penolak bala' kerap mewarnai tradisi berbagai budaya di dunia, meski di antaranya secara ekstreem dilakukan.  Hari raya idul adha sendiri berkaitan dengan simbolisme pengorbanan, yang didasari atas peristiwa kurban nya Nabi Ibrahim A.s .

Sebagai umat muslim, beberapa dari kita mungkin secara berkala menyetor hewan kurban untuk disembelih pada idul adha.  Meski sering, tapi pemahaman atas arti dari hari raya penting ini sendiri belum begitu disadari oleh banyak orang, banyak yang masih menganggap tradisi kurban sebagai 'pelengkap' di dalam hukum islam, dalam hal lain, kadang dipandang sebagai tradisi untuk makan daging rame-rame saja, bukan?. 

Peristiwa tersebut harusnya tidak hanya dipandang sebagai 'syarat' di dalam beragama saja, tapi dalam prakteknya memang harus dipahami serta diimplementasi sebagai jalan hidup, dasar utama dari segala kebaikan, yaitu pengorbanan.  Kambing, sapi, unta, atau hewan ternak lainnya, hanyalah simbol dari bahan pembelajaran tentang pengorbanan yang coba Tuhan terapkan kepada manusia, karena pengorbanan tidak hanya cukup atau stop pada hari raya kurban, melainkan harus terus dilakukan sepanjang kehidupan.  Dan bukan soal menyisihkan sedikit uang, atau hewan ternak, tapi unsur penting didalam praktek pengorbanan, yaitu keikhlasan.

Kurban yang berkualitas

Dalam pengorbanan sendiri, harus diperhatikan kualitasnya, tidak asal berkorban.  Kita tentu tahu bahwa hewan kurban punya syarat-syarat tertentu untuk bisa dikurbankan, ingat kisah Habil dan Qabil?.   Amalan pun begitu, bukan kuantitas atau seberapa banyak kita berkorban untuk beramal, tapi kualitas, kualitas lah yang diperhitungkan, kualitas inilah yang mencerminkan keikhlasan seseorang ketika memberi atau berkorban.  Karena berkurban, pada dasarnya bukan hanya untuk diri kita sendiri, melainkan untuk yang dibantu dengan pengorbanan kita, untuk siapa kita berkorban, siapa yang menerima 'pengorbanan' kita, mereka lah yang nanti akan mengetahui kualitas anda dari apa yang anda korban kan untuk mereka.

Dalam suatu ayat, kita bisa menemukan cerita tentang seseorang yang amalan-amalannya bagai debu ditiup angin[1], sia-sia.  Apakah anda ingin, sudah capek-capek beramal, eh, ternyata amalnya sia-sia?.  Kualitas amal inilah yang membuat kita waspada, sampai seberapa jauh kita benar-benar mengimplementasikan standar kualitas sesuai dengan asas-asas di dalam Al-qur'an?, misal, tidak riya'.  Dan sampai dimana kita benar-benar mengerti ilmu ikhlas dan mempraktekkan nya di dalam hidup kita?, inilah kemudian yang harusnya jadi dasar dalam berbuat, dalam beramal, dalam berkorban.

Beramal, bisa dianalogikan seperti menyusun bata dalam membangun rumah.  Bata itu seperti jenis amal yang kita lakukan, dan cara kita menyusun bata adalah bagaimana kita dalam beramal.  Batanya bagus, kuat, tapi cara menyusunnya tidak baik, asal-asalan, serampangan, maka akan hancur lah rumah itu.  Begitu juga walau cara menyusunnya bagus, presisi, jika batanya tidak berkualitas, maka rumahnya pun akan rapuh.  Jadi, bata dan cara menyusun itu harus sama-sama baik, berkualitas, maka hasilnya akan berkualitas.  Pengorbanan sejati menuntut kita untuk jadi manusia yang lebih baik, baik dalam apa yang kita beri, dan juga kualitas diri.

Kurban sebagai penolak bala

Kurban, dalam hal yang lain juga dipandang sebagai penolak bala, yaitu sebagai penolak bala terhadap sumber kekacauan di dalam hidup, kerusakan-kerusakan di muka bumi, sumber dari kejahatan-kejahatan di sekitar kita, apa itu?, yaitu: Kikir, Tamak, dan Kufur ni'mat.  Dari tiga hal ini lah segala masalah bermula, yang dari itu kita harus bebas dari semuanya, dengan cara membiasakan diri untuk berkurban.  Di hari raya kurban ini, kita merenungi lagi usaha untuk melakukan pemberontakan terhadap ketiga penyakit di atas, kita harus bebas, lalu menjadi manusia yang berkualitas, menjadi manusia yang benar-benar merdeka.


Nah, maka dalam hari raya idul Adha ini, tanamkan juga semangat berkorban yang berkualitas, tanamkan di dalam diri kita tentang pentingnya berkorban.  Selamat Hari raya kurban, semoga Kurban anda di tahun ini berkah dan bermanfaat bagi orang banyak, dan bagi yang belum, semoga tahun depan!.







[1]  Qs Ibrahim : 18


Categories: ,

0 komentar:

Posting Komentar